KH Fakhruddin adalah seorang pejuang pergerakan kemerdekaan Indonesia dan juga tokoh Muhammadiyah. Tokoh yang dikenal dengan nama kecil Muhammad Jazuli ini selain merupakan seorang ulama, juga aktif dalam pergerakan nasional. Awalnya, ia menjadi anggota Budi Utomo. Lalu, ia berpindah ke Sarekat Islam dan akhirnya ke Muhammadiyah.
K.H Fakhruddin berjuang melalui organisasi, seperti Budi Utomo, Sarekat Islam (SI) dan Muhammadiyah. Sebagai sosok ulama yang disegani dalam organisasi Muhammadiyah, K.H Fakhruddin banyak berperan dalam membina generasi muda sebagai pemimpin di masa depan.
Mengutip Tokoh Indonesia, berbagai bidang kegiatan organisasi pernah ditangani K.H Fakhruddin di samping kehebatannya sebagai juru dakwah yang selalu menekankan persatuan umat. Berkat kecerdasan dan pengetahuan agamanya yang luar biasa membuat K.H Fakhruddin pernah diutus ke Makkah untuk meneliti nasib para jemaah haji asal Indonesia.
Baca Juga : Pahlawan Perumus Proklamasi Achmad Soebardjo
Pada saat itu, jemaah haji dari Indonesia sering mendapat perlakuan yang kurang baik dari pejabat-pejabat Makkah. Tapi dengan usahanya, berbagai hal yang kurang baik itu dapat diatasi dan sekembalinya ke Indonesia, ia memprakarsai pendirian Badan Penolong Haji. Selain itu, K.H Fakhruddin pernah ke Kairo sebagai wakil umat Islam Indonesia untuk menghadiri Konferensi Islam.
Namun karena kesibukannya dalam memperjuangkan Indonesia melalui Muhammadiyah, membuat K.H Fakhrudin tidak memperhatikan kondisi kesehatannya dan akhirnya meninggal dunia di Yogyakarta pada 28 Februari 1929. Kisahnya dapat dijadikan teladan bagi para pemuda bahwa perjuangan tidak hanya datang dari kekuatan fisik dan kecerdasan saja, tetapi juga pengetahuan dalam beragama
Belajar Agama
Fakhruddin pertama kali belajar agama melalui sang ayah, KH Hasyim. Kemudian, ia juga belajar dari beberapa ulama terkenal di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Setelah itu, pada 1921, Fakhruddin pergi ke Mekkah selama delapan tahun untuk meneliti nasib para jemaah haji asal Indonesia.
Para jemaah sering kali mendapat perlakuan kurang baik dari para pejabat Mekkah. Ia pun memprakarsai terbentuknya Badan Penolong Haji. Sekembalinya dari Mekkah, ia pun menjadi ulama yang dihormati, karena kejujuran dan kecerdasannya. Selain itu, ia juga pernah diutus ke Kairo sebagai wakil umat Islam Indonesia untuk menghadiri Konferensi Islam.
Kiprah Politik
Kegiatan politik Fakhruddin dimulai pertama kali saat ia masuk dalam organisasi Budi Utomo. Namun, karena merasa ada ketidakcocokan, Fakhruddin pun keluar dari Budi Utomo. Ia berpindah ke Sarekat Islam (SI). Fakhruddin tertarik dengan Sarekat Islam karena adanya gerakan politik.
Ketika Sarekat Islam mulai terpecah menjadi dua kubu, SI Merah dan SI Putih, Fakhruddin pun akhirnya beralih ke Muhammadiyah. Ia merasa senang di dalam Muhammadiyah karena organisasi ini menonjolkan gerakan keagamaan dan bertujuan sosial. Fakhruddin berpendapat, untuk mencapai kemajuan, umat Islam harus berani menentang pikiran kolot.
Menurut Fakhruddin, sekolah-sekolah agama harus diperbanyak untuk mendidik pemuda yang nantinya akan meneruskan syiar Islam. Selain itu, cara-cara berdakwah juga harus diperbaharui. Sesuai dengan pendapat tersebut, Muhammadiyah pun selalu giat membina para calon pemimpin. Organisasi ini pun dikenal sebagai pembina generasi muda Muhammadiyah.
Akhir Hidup
Demi menghidupi keluarganya, Fakhruddin berdagang. Dari dagangannya tersebut ia pun memperoleh penghasilan yang cukup besar. Namun, sebagian dari penghasilannya ini disumbangkan untuk kepentingan organisasi. Rumahnya sering digunakan untuk tempat kursus para anggota Muhammadiyah.
Fakhruddin juga banyak mengarang dalam surat kabar, serta menulis beberapa buah buku, seperti Pan Islamisme dan Kepentingan Pengajaran Agama. Kesibukannya mengurus Muhammadiyah dan usahanya ini lambat laun mempengaruhi kondisi kesehatannya. Menjelang kongres Muhammadiyah di Yogyakarta tahun 1929, Fakhruddin jatuh sakit. Tanggal 28 Februari 1929, Fakhruddin dinyatakan meninggal dunia di Yogyakarta. Ia dikebumikan di Pakuncen, Yogyakarta.