Patuan Besar Ompu Pulo Batu atau yang lebih dikenal Sisingamangaradja XII adalah raja serta pendeta terakhir masyarakat Batak di Sumatera Utara. Ia turut menjadi pejuang melawan penjajahan Belanda di Sumatera sejak 1878. Pada 1907, ia terbunuh dalam pertempuran oleh pasukan Belanda. Ia pun dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia pada 1962 berkat perlawanannya terhadap kolonialisme Belanda.
Kehidupan
Sisingamangaradja XII yang bernama asli Patuan Besar Ompu Pulo Batu lahir di Bakkara, Tapanuli, pada 1849. Ia adalah penerus ayahnya, Sisingamangaradja XI, yang meninggal pada 1876. Gelar Si Sisingamangaradja sendiri digunakan oleh dinasti keluarga Marga Sinambela, yang berarti “Raja Singa Agung”.
- Kehormatan Si dari bahasa Sansekerta Sri.
- Raja Agung (dari bahasa Sansekerta, maharaja).
- Singa, karena orang Batak melihat diri mereka dalam mitologi sebagai keturunan dari darah dewa.
Sisimangaradja XII adalah tokoh terakhir yang menjadi Parmalim (pemimpin agama). Ia dianggap sebagai raja dewa dan titisan Batara Guru, Dewa Siwa versi Jawa. Sisingamangaradja sendiri diyakini memiliki kekuatan seperti kemampuan mengusir roh jahat, mengeluarkan hujan, dan mengendalikan penanaman padi.
Mulanya, Sisingamangaradja XII tidak dilihat sebagai tokoh politik. Tetapi, saat penjajah Belanda datang ke Sumatera Utara sejak 1850-an, ia bersama Sisingamangaradja XI mulai fokus melakukan perlawanan.
Perlawanan
Pada Februari 1878, Sisingamangaradja XII mengadakan upacara keagamaan untuk menggalang orang Batak di balik perang perlawanan melawan Belanda. Pasukannya menyerang pos-pos Belanda di Bakal Batu, Tarutung, namun mengalami kekalahan.
Ia pun berkumpul kembali dan melancarkan serangan baru pada 1883-1884 dengan mendapat bantuan dari Aceh. Mereka menyerang Belanda di Uluan dan Balige pada Mei 1883, serta Tangga Batu pada 1884. Belanda sendiri menyiksa dan membunuh orang Batak yang diduga menjadi pengikut dari Sisingamangaradja XII.
Baca Juga : Perjuangan Pangeran Antasari Hingga Akhir Hayatnya
Pasukan Belanda juga membakar rumah serta mengenakan pajak hukuman. Pada 1904, pasukan Belanda di bawah Letnan Kolonel Gotfried Coenraad Ernst van Daalen menyerang Tanah Gayo dan beberapa daerah di sekitar Danau Toba untuk mematahkan perlawanan Batak.
Pasukan dari Sisingamangaradja XII sendiri melakukan perang gerilya serta menghindari pasukan Belanda. Sebelum Belanda melancarkan serangan lagi pada 1907 terhadap sisa pasukan Sisingamangaradja XII di wilayah Toba, mereka memperkuat pasukan dan senjata. Pertempuran selanjutnya antara Belanda dan pasukan Sisingamangaradja XII pun terjadi di Pak-pak, pasukan Belanda dipimpin oleh Kapten Hans Christoffel.
Perang Batak
Sisingamangaradja XII sebagai raja Batak menolak adanya upaya penyebaran agama Kristem yang dilakukan oleh para misionaris Belanda di wilayah Batak. Hal ini disebabkan karena Sisingamangaradja khawatir kepercyaan dan tradisi animisme rakyat Batak akan terkikis oleh adanya perkembangan agama Kristen.
Upaya penolakan ini dilakukan dengan cara mengusir zending (organisasi penyebar agama Kristen) yang memaksakan agama Kristen kepada rakyat Batak pada 1877. Menanggapi tindakan pengusiran ini, para misionaris pun meminta perlindungan dari pemerintah Kolonial Belanda. Sejak saat itu, perang antara rakyat Batak dan Belanda pun terjadi yang disebut Perang Batak.
Akhir Hidup
Pada 17 Juni 1907, Sisingamangaradja XII tewas dalam peperangan di Dairi bersama putrinya Lopian, dan kedua putranya, Patuan Nagari dan Patuan Anggi. Ia disergap oleh sekelompok anggota dari pasukan khusus Belanda, Korps Marsose. Ia menghadapi pasukan Korps Marsose sembari memegang senjata Piso Gaja Dompak.
Kopral Souhoka, pasukan Belanda, yang merupakan penembak jitu, mendaratkan tembakannya ke kepala Sisingamangaradja XII tepat di bawah telinganya. Ia kemudian dikebumikan Belanda secara militer pada 22 Juni 1907 di Silindung.
Makamnya kemudian dipindahkan ke Makam Pahlawan Nasional di Soposurung, Balige pada 14 Juni 1953 yang dibangun oleh pemerintah. Berdasarkan Surat Keppres No. 590, pada 19 November 1961, Sisingamangaradja XII dikukuhkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Selain itu, nama Sisingamangaradja juga diabadikan sebagai nama jalan di seluruh kawasan Republik Indonesia.