Bersama Cipto Mangunkusumo dan Douwes Dekker, ia mendirikan Indische Partij
Contents
- 1 Bersama Cipto Mangunkusumo dan Douwes Dekker, ia mendirikan Indische Partij
- 1.1 Biodata Ki Hajar Dewantara
- 1.2 Biografi Ki Hajar Dewantara
- 1.3 1. Pendidikan Ki Hajar Dewantara
- 1.4 2. Awal Karier Ki Hajar Dewantara
- 1.5 3. Perjuangan Ki Hajar Dewantara Muda
- 1.6 4. Mendirikan Indische Partij Bersama Cipto Mangunkusumo dan Douwes Dekker
- 1.7 5. Mengalami Pengasingan di Belanda
- 1.8 6. Mendirikan Perguruan Nasional Taman Siswa
- 1.9 7. Semboyan Ki Hajar Dewantara
- 1.10 8. Melepas Gelar Bangsawan dan Mengganti Nama
- 1.11 9. Menteri Pendidikan Indonesia
- 1.12 10. Meninggalnya Ki Hajar Dewantara
- 2 Karya-karya Ki Hajar Dewantara
Lahir dengan nama asli Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, Ki Hajar Slot777 Dewantara terlahir dari keluarga kraton Yogyakarta sebagai golongan ningrat. Selain menjadi aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, ia juga seorang kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda.
Ia adalah pendiri Perguruan Taman Siswa, suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priayi maupun orang-orang Belanda. Menyambut Hari Pendidikan Nasional, Moms bisa mengajarkan sosok Ki Hajar Dewantara pada Si Kecil. Untuk itu, yuk simak biodata dan biografi singkat Ki Hajar Dewantara di sini!
Biodata Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara dikenal sebagai tokoh pemikir yang visioner dan gigih dalam memperjuangkan pendidikan dan kebudayaan Indonesia.
Berikut biodata Ki Hajar Dewantara.
- Nama Lengkap: Ki Hajar Dewantara
- Nama Asli: Raden Mas Soewardi Soerjaningrat
- Tanggal dan Tempat Lahir: 2 Mei 1889, Kadipaten Paku Alaman, Yogyakarta
- Meninggal: 26 April 1959, Yogyakarta
- Anak: Bambang Sokawati Dewantara, Syailendra Wijaya, Ratih Tarbiyah, Asti Wandansari, Subroto Aria Mataram, Sudiro Alimurtolo
- Pasangan: Nyi Sutartinah
- Tempat pemakaman: Taman Wijaya Brata, Yogyakarta
- Jabatan sebelumnya: Menteri Pengajaran Republik Indonesia (1945–1945)
Biografi Ki Hajar Dewantara
Berikut ini biografi singkat Ki Hajar Dewantara, mulai dari pendidikannya hingga perjuangannya untuk bangsa Indonesia.
1. Pendidikan Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara, atau Soewardi berasal dari lingkungan keluarga bangsawan Kadipaten Pakualaman. Ia merupakan putra dari GPH Soerjaningrat dan cucu dari Paku Alam III.
Ki Hajar telah menamatkan pendidikan dasar di Europeesche Lagere School. Sekolah tersebut merupakan sekolah dasar khusus untuk anak-anak yang berasal dari Eropa. Setelah itu, ia sempat melanjutkan pendidikan kedokteran di STOVIA. Namun, ia tidak menamatkannya karena kondisi kesehatan yang buruk.
2. Awal Karier Ki Hajar Dewantara
Tanpa melanjutkan sekolah, ia pun bekerja sebagai penulis dan wartawan di beberapa surat kabar. Ia pernah bekerja untuk surat kabar Sediotomo, Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Soewardi tergolong salah seorang penulis yang andal pada masanya. Gaya tulisannya bersifat komunikatif dengan gagasan-gagasan yang antikolonial.
3. Perjuangan Ki Hajar Dewantara Muda
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Ki Hajar Dewantara memulai kariernya sebagai seorang wartawan atau penulis di beberapa media. Salah satu tulisan Ki Hajar Dewantara yang terkenal yaitu, “Seandainya Aku Seorang Belanda”, yang memiliki judul asli Als ik een Nederlander was.
Tulisan tersebut dimuat dalam surat kabar de Express milik Dr. Douwes Dekker, tahun 1913. Artikel tersebut ditulis sebagai protes atas rencana pemerintah Belanda untuk mengumpulkan sumbangan dari Hindia Belanda (Indonesia), guna perayaan kemerdekaan Belanda dari Prancis.
Selain bertugas menjadi wartawan, Ki Hajar Dewantara juga ikut tergabung dengan organisasi Boedi Oetomo (BO) tahun 1908. Ia tergabung dalam seksi propaganda untuk menyosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia mengenai persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara.
4. Mendirikan Indische Partij Bersama Cipto Mangunkusumo dan Douwes Dekker
Selain dari menulis, bersama dengan rekannya, Cipto Mangunkusumo dan Douwes Dekker, Ki Hajar Dewantara juga mendirikan Indische Partij. Partai politik pertama ini didirikan pada 25 Desember 1912.
Indische Partij merupakan partai pertama Indonesia yang menggaungkan kebebasan Hindia yang beraliran nasionalisma dengan semboyan “indie untuk indier”. Pembentukan partai tersebut bertujuan untuk mempersatukan Hindia Belanda dan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Partai ini menggabungkan kelompok masyarakat, seperti kelompok Indo (campuran Eropa dan Pribumi), dan Pribumi atau Bumiputera. Indische Partij aktif bergerak di penjuru Hindia Belanda dengan tujuan menyebarkan gagasan nasionalisme, dan mendapatkan dukungan dari rakyat, dengan tujuan mengakhiri penjajahan yang terjadi di tanah air.
5. Mengalami Pengasingan di Belanda
Gerakan serta sindiran Ki Hajar Dewantara dalam tulisannya dan di beberapa tulisan lainnya pada akhirnya menyulut kemarahan dari Belanda. Hingga pada akhirnya Gubernur Jendral Idenburg memerintahkan pengasingan Ki Hajar Dewantara di Pulau Bangka.
Namun, atas permintaan kedua rekannya yang juga dihukum dan diasingkan, yaitu dr. Douwes Dekker dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo, pengasingan mereka pun dipindahkan ke Belanda. Pengasingan tersebut tidak disia-siakan oleh Ki Hajar Dewantara.
Di Belanda, ia mendalami bidang pendidikan dan pengajaran, hingga pada akhirnya memperoleh sertifikat Europeesche Akte. Setelah melewati masa pengasingan pada tahun 1918, Soewardi pun mulai mencurahkan perhatiannya yang tinggi dalam bidang pendidikan, dengan tujuan untuk meraih kemerdekaan Indonesia.
6. Mendirikan Perguruan Nasional Taman Siswa
Pada 3 Juli 1922, ia bersama rekan-rekannya mendirikan Nationaal Onderwijs Instituut Taman Siswa atau yang sekarang lebih dikenal dengan nama Perguruan Nasional Taman Siswa. Taman Siswa merupakan sebuah perguruan yang bercorak nasional dengan menekankan rasa kebangsaan dan cinta tanah air, serta semangat juang untuk memperoleh kemerdekaan.
Tidak hanya melalui pendirian Taman Siswa, perjuangan Ki Hajar Dewantara juga melanjutkan menulis di berbagai surat kabar. Bedanya, tulisannya kali ini tidak lagi bernuansa politik, melainkan lebih dalam bidang pendidikan dan kebudayaan.
Tulisan-tulisannya tersebut berisi konsep-konsep pendidikan dan kebudayaan yang luas dan berwawasan kebangsaan. Melalui konsep-konsep itulah ia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia.
7. Semboyan Ki Hajar Dewantara
Dalam perjuangannya tersebut, ia memiliki beberapa semboyan yang terkenal, yaitu:
- Tut Wuri Handayani (dari belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan).
- Ing Madya Mangun Karsa (di tengah atau di antara murid, guru harus menciptakan prakarsa dan ide).
- Ing Ngarsa Sung Tulada (di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan baik).
- Semboyan-semboyan tersebut masih tetap digunakan dalam dunia pendidikan kita, hingga saat ini, utamanya di sekolah Taman Siswa.
8. Melepas Gelar Bangsawan dan Mengganti Nama
Memasuki usia ke 40 tahun, Ki Hajar Dewantara pun melepas gelar kebangsawanannya, dan mengganti nama aslinya dari Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, menjadi Ki Hadjar Dewantara.
Hal tersebut bertujuan agar ia dapat dengan bebas lebih dekat, baik secara fisik maupun hati dengan rakyat Indonesia. Pada masa pendudukan Jepang, ia diangkat sebagai salah satu pimpinan pada organisasi Putera, bersama dengan Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, dan K.H. Mas Mansur.
Berkat perjuangannya tersebut, tak heran jika ia dijadikan pahlawan nasional untuk pendidikan di Indonesia, serta hari lahirnya, yaitu pada tanggal 2 Mei dijadikan sebagai Hari Pendidikan Nasional. Hal tersebut tentunya untuk menghargai dan menghormati segala pemikiran-pemikiran dan tindakannya yang membawa Indonesia dalam kemerdekaan.
9. Menteri Pendidikan Indonesia
Di masa kemerdekaan Indonesia, Ki Hajar Dewantara pun diangkat menjadi Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan yang pertama di tahun 1950. Setelah itu Ki Hajar Dewantara juga mendapat gelar doktor honoris causa dari Universitas Gajah Mada (1959) serta diangkat sebagai pahlawan nasional pada tahun 1959. Bertugas sebagai menteri pendidikan di Indonesia yang pertama, ia melakukan berbagai macam pergerakan dan dibahas pada buku Ki Hadjar Dewantara: Putra Keraton Pahlawan Bangsa.
10. Meninggalnya Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara meninggal dunia di Kota Yogyakarta pada tanggal 26 April 1959. Lokasi wafatnya di Padepokan Ki Hadjar Dewantara.
Jenazahnya kemudian disimpan di Pendapa Agung Taman Siswa untuk kemudian dimakamkan di Taman Wijaya Brata pada tanggal 29 April 1959. Taman Wijaya Brata beralamat di Jl. Soga No.28, Tahunan, Kec. Umbulharjo, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. Upacara pemakamannya dipimpin oleh Soeharto yang bertindak sebagai inspektur upacara saat itu.
Karya-karya Ki Hajar Dewantara
Semasa hidupnya, Ki Hajar Dewantara memiliki beberapa karya tulis ternama. Bahkan berkat pemikiran yang ia tuangkan dalam buku berhasil memberikan perkembangan terhadap Pendidikan di Indonesia. Mengutip dari Gramedia, berikut ini beberapa karya Ki Hajar Dewantara:
1. Buku Bagian Pertama: Tentang Pendidikan
Buku pertama miliki Ki Hajar Dewantara ini berisikan tentang gagasan dan pemikirannya dalam pendidikan nasional di Indonesia. Beberapa pembahasan utama yang terdapat di buku ini adalah Pendidikan kanak-kanak, Pendidikan Sistem Pondok, Adab dan etika keteladanan, Pendidikan dan kesusilaan.
2. Buku Bagian Kedua: tentang Kebudayaan
Pada buku ini, Ki Hajar Dewantara menuliskan tentang pendidikan lagi, tetapi lebih membahas mengenai kebudayaan dan kesenian.
3. Buku Bagian Ketiga: tentang Politik dan Kemasyarakatan
Di bukunya yang ketiga, Ki Hajar Dewantara yang menuliskan tentang kisah politik yang terjadi di tahun 1913-1922. Tulisan-tulisan Ki Hajar di buku ini juga menyinggung imperialis Belanda. Selain itu, beliau juga menggambarkan tentang kisah perempuan dan pejuangannya di masa tersebut.
4. Buku Bagian Keempat: tentang Riwayat dan Perjuangan Hidup Penulis
Pada buku bagian keempat, Ki Hajar Dewantara tidak lagi menuliskan tentang kisah pendidikan dan politik pada masanya. Di buku ini, ia lebih banyak mengisahkan tentang kisah kehidupan dan perjuangan hidup perintis.
Baca juga: