Soepomo adalah salah satu pejuang nasionalis Indonesia yang telah dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional pada 1965. Semasa hidup, tokoh keturunan ningrat asal Sukoharjo, Jawa Tengah, ini banyak bersumbangsih dalam upaya mencapai kemerdekaan Indonesia.
Salah satunya, Soepomo merupakan satu dari sejumlah tokoh perumus Undang-Undang Dasar 1945. Lantas, apa saja perjuangan yang dilakukan oleh Soepomo?
Perjuangan Soepomo
Contents
Lahir di Sukoharjo, Jawa Tengah, pada 1903, Soepomo mulai mengenyam pendidikan di sekolah hukum di Jakarta ketika usianya remaja. Setelah lulus, Soepomo sempat diangkat sebagai pegawai negeri dengan penempatan Pengadilan Negeri di Sragen, Jawa Tengah. Namun, pekerjaan itu ia tinggalkan pada 12 Agustus 1924, karena mendapat kesempatan untuk pertukaran pelajar ke Belanda, tepatnya di Fakultas Hukum di Universitas Leiden.
Dari situlah perjuangannya untuk Indonesia dimulai. Beberapa bentuk perjuangan Soepomo di antaranya:
- Menjadi wakil ketua Budi Utomo
- Menyumbang gagasan Piagam Jakarta
- Menjadi Menteri Kehakiman Pertama RI
- Menjadi delegasi antara Indonesia dengan Belanda
- Duta Besar RI untuk Belanda dan Inggris
Berikut ini penjelasan mengenai sejarah perjuangan Soepomo.
Menjadi wakil ketua Budi Utomo
Semasa menempuh pendidikan di Belanda, Soepomo juga bergabung dengan Indonesische Vereeniging atau Perhimpunan Indonesia, sebuah organisasi yang mengajarkan nilai-nilai pergerakan untuk kemerdekaan. Pada 14 Juni 1927, Soepomo menyelesaikan pendidikannya dan meraih gelar Meester in de rechten (Mr) atau magister hukum dengan predikat cum laude.
Setelah itu, Soepomo kembali ke Tanah Air dan langsung menjalani beberapa profesi, seperti Ketua Pengadilan Negeri Yogyakarta, Direktur Justisi di Jakarta, hingga Guru Besar Hukum Adat di Rechts Hoge School Jakarta.
Pekerjaan tersebut mengharuskan Soepomo turun ke lapangan, mengunjungi rumah-rumah penduduk dan melihat bagaimana rakyat Indonesia saat itu masih terbelenggu dalam kebodohan. Soepomo meyakini bahwa kondisi itu hanya bisa diubah lewat pendidikan. Berbekal pemikiran tersebut, ia kerap memberikan penyuluhan dan bantuan kepada masyarakat.
Cita-cita luhur Soepomo tersebut mendorongnya bergabung ke dalam organisasi Budi Utomo, yang mengupayakan kemerdekaan bangsa lewat pendidikan. Berkat kiprahnya yang cukup menonjol dalam Budi Utomo, pada 1930, Soepomo dipercaya untuk menjabat sebagai wakil ketua.
Menyumbang gagasan Piagam Jakarta
Perumusan UUD 1945 berawal dari dibentuknya Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 29 April 1945. Soepomo merupakan salah satu anggota BPUPKI yang turut menyampaikan gagasannya dalam sidang.
Meski ia sebenarnya tidak mengusulkan dasar negara dalam bentuk lima nilai yang mirip dengan Pancasila seperti yang dinarasikan selama ini, peran Soepomo dalam sidang BPUPKI juga tidak remeh. Sejak awal, Soepomo tidak ingin berbicara mengenai dasar negara, melainkan mengenai pengertian (teori) negara.
Baca Juga : Beberapa Perjuangan Jendral Sudirman Dimasa Penjajahan
Dalam Risalah Sidang BPUPKI-PPKI (1995), dijelaskan Soepomo hanya mengajukan teori negara integralistik sebagai jalan tengah antara teori negara individual (liberal) dan komunistik. Kemudian dalam sidang kedua, BPUPKI mencanangkan rancangan UUD 1945 pada 10-16 Juli 1945.
Soepomo bersama dengan Soekarno, Bung Hatta, AA Maramis, Abdul Wahid Hasyim, dan Mohammad Yamin direkrut ke dalamnya. Hasil pemikiran Soepomo dan tokoh lainnya disahkan menjadi Piagam Jakarta pada 22 Juni 1945, yang nantinya disahkan menjadi Pembukaan UUD 1945 oleh PPKI pada 18 Agustus 1945.
Menjadi Menteri Kehakiman Pertama RI
Dua hari setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia dikumandangkan, tepatnya pada 19 Agustus 1945, Soekarno membentuk kabinet yang terdiri dari 16 menteri. Soepomo diangkat sebagai Menteri Kehakiman Pertama RI, yang bertugas merumuskan aturan hukum.
Soepomo bercita-cita agar Indonesia bisa memiliki kodifikasi hukum sendiri, bukan mengadopsi hukum Belanda. Namun sayangnya, hingga saat ini, hukum yang dibukukan dalam Kitab UU Hukum Pidana (KUHP), masih sebagian besar menganut kodifikasi era kolonial Hindia Belanda.
Menjadi delegasi antara Indonesia dengan Belanda
Setelah proklamasi kemerdekaan, Belanda masih terus berusaha menjajah Indonesia. Soepomo beberapa kali menjadi delegasi antara Indonesia dengan Belanda. Salah satunya menjadi delegasi dalam Perjanjian Renville.
Ketika Belanda menyerang Yogyakarta dalam peristiwa yang dikenal sebagai Agresi Militer Belanda II (1949), Soepomo kembali berperan sebagai delegasi dalam perundingan untuk membela RI. Puncak dari delegasi tersebut adalah Konferensi Meja Bundar (KMB) yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda, pada 23 Agustus 1949.
Soepomo yang ikut terlibat dalam KMB dipercaya menjadi Ketua Panitia Konstitusi dan Politik. Tugasnya adalah mengajukan rancangan konstitusi yang bisa diterima Belanda.
Menjadi Duta Besar RI untuk Belanda dan Inggris
Pada 1950, Soepomo diangkat sebagai Duta Besar RI untuk Belanda. Tugasnya adalah membina hubungan antara Indonesia dengan Belanda pasca-Konferensi Meja Bundar (KMB). Setelah Belanda, Soepomo diangkat sebagai Duta Besar RI untuk Inggris sejak 1954 hingga 1956.