Sultan Mahmud Badaruddin II merupakan salah satu pahlawan nasional di Indonesia yang sekaligus menjadi sultan di Kesultanan Palembang Darussalam. Ia telah berjasa dalam melawan kolonial Belanda dan Inggris yang menduduki kota Palembang.
Karena jasanya, namanya diabadikan menjadi salah satu nama bandara di Indonesia yaitu Bandara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin II, dan gambar dirinya juga tercantum dalam mata uang kertas Rp 10.000.
Untuk lebih mengenal kiprah dan jasa pahlawan nasional ini, simak biografi dan sejarah situs slot perjuangan Sultan Mahmud Badaruddin II berikut ini.
Biografi Sultan Mahmud Badaruddin II
Contents
Mengutip laman resmi Dispersip Kabupaten Kampar, Sultan Mahmud Badaruddin II lahir di Palembang pada tahun 1767. Nama kecilnya adalah Raden Hasan Pangeran Ratu. Ia naik tahta menjadi sultan Kesultanan Palembang Darussalam pada 12 April 1804 setelah menggantikan tahta ayahnya, Sultan Muhammad Bahauddin (1776-1803).
Sultan Mahmud Badaruddin II merupakan sosok yang mahir dalam segala bidang. Pada masa kepemimpinannya, ia berhasil memajukan bidang agama, pelayaran, pertanian, maupun diplomatik, melanjutan dari masa pemerintahan ayahnya.
Ia juga beberapa kali menjadi pemimpin pertempuran dalam melawan Inggris dan Belanda, salah satu yang paling terkenal adalah Perang Menteng. Namun sayangnya, pada tanggal 14 Juli 1821, Belanda berhasil menguasai Palembang. Sehingga, Sultan Mahmud Badaruddin II dan keluarga ditangkap dan diasingkan ke Ternate. Ia pun wafat di Ternate, pada tanggal 26 November 1862.
Sejarah Sultan Mahmud Badaruddin II Vs Kolonial Inggris
Mengutip buku ‘Sejarah Perjuangan Sutan Mahmud Badaruddin II’ yang diunggah di kemdikbud.go.id., Sultan Mahmud Badaruddin II telah memimpin pasukan untuk melawan kolonial Inggris di Palembang pada tahun 1812 – 1816.
Kehadiran kolonial Inggris dan Belanda dipicu dengan ditemukannya timah di wilayah Bangka sejak pertengahan abad ke-18. Akhirnya, berdirilah loji (kantor dagang) Belanda di Kota Palembang yang dibangun di Sungai Aur (10 Ulu).
Pada tanggal 14 September 1811, terdapat peristiwa pembumihangusan dan pembantaian di Loji Sungai Alur. Belanda menuduh bahwa Inggris (Britannia) telah memprovokasi Palembang untuk mengusir Belanda. Sebaliknya, Inggris menuduh Sultan Mahmud Badaruddin II yang berinisiatif melakukan itu.
Sir Thomas Stamford Raffles mencoba berunding dengan Sultan Mahmud Badaruddin II untuk mendapatkan Bangka sebagai kompensasi untuk Inggris atas semua perjanjian yang dibuat keduanya. Namun, Sultan Mahmud Badaruddin II menolak dan pasukan Inggris mengirimkan armada perangnya di bawah pimpinan Gillespie sebagai hukumannya.
Setelah menduduki Palembang dalam pertempuran tersebut, Inggris menandatangani persyaratan yang ditandai dengan diangkatnya pangeran Adipati (adik kandung Sultan Mahmud Badaruddin II) pada tanggal 14 Mei 1812. Pulau Bangka pun bisa dikuasai dan diganti dengan nama Duke of York’s Island.
Sejarah Sultan Mahmud Badaruddin II dalam Perang Menteng
Pada tanggal 13 Agustus 1814, konvensi London berhasil disahkan dan membuat Inggris Britania harus menyerahkan kembali wilayah Indonesia yang didudukinya kepada Belanda, termasuk Bangka dan Palembang.
Belanda kemudian mengangkat Herman Warner Muntinghe sebagai komisaris di Palembang. Ia kemudian mendamaikan kedua sultan, yakni Sultan Mahmud Badaruddin II dan Husin Diauddin yang pernah bersekutu dengan Inggris. Sultan Mahmud Badaruddin II pun kembali naik tahta pada 7 Juni 1818.
Mutinghe mendapatkan penyerangan dari pengikut Sultan Mahmud Badaruddin II yang masih setia, yakni berasal dari Muara Rawas. Ia kemudian meminta putra mahkota sebagai jaminan kesetiaan Palembang terhadap Belanda. Kemudian, pecahlah Perang Menteng (berasal dari kata Muntinghe) pada tanggal 12 Juni 1819 dan dimenangkan oleh Palembang.
Baca Juga : I Gusti Ngurah Rai: Peran, Perjuangan, dan Penghargaan
Belanda kemudian melakukan serangan balik dengan tujuan untuk melengserkan dan menghukum Sultan Mahmud Badaruddin II, serta mengangkat keponakannya, Pangeran Jayaningrat sebagai penggantinya.
Sultan Mahmud Badaruddin II telah mempersiapkan serangan balik tersebut. Di beberapa tempat di Sungai Musi, sebelum masuk Palembang, dibuat benteng-benteng pertahanan yang dikomandani keluarga sultan sebagai benteng pertahanan Palembang.
Setelah melalui berbagai pertempuran antara Belanda dengan Palembang, sayangnya tanggal 25 Juni 1821 Palembang jatuh ke tangan Belanda. Sehingga, pada tanggal 1 Juli 1821 berkibarlah bendera “rod, wit, en blau” di Bastion Kuto Besak dan resmilah kolonialisme Hindia Belanda di Palembang.
Pada tanggal 13 Juli 1821, menjelang tengah malam, Sultan Mahmud Badaruddin II beserta sebagian keluarganya menaiki kapal Dageraad dengan tujuan Batavia. Namun, Belanda justru mengasingkan Sultan Mahmud Badaruddin II dan keluarganya tersebut ke Pulau Ternate sampai akhir hayatnya. Ia pun wafat pada 26 September 1852.
Penghargaan terhadap Sultan Mahmud Badaruddin II
Untuk mengenang perjuangan Sultan Mahmud Badaruddin II dalam melawan kolonialisme, bangsa Indonesia kemudian memberikan sejumlah penghargaan yakni sebagai berikut.
Namanya Diabadikan Menjadi Nama Bandara
Atas jasanya terhadap masyarakat Palembang, nama Sultan Mahmud Badaruddin II diabadikan menjadi salah satu nama Bandara di Indonesia, yakni Bandar Udara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin II.
Dikutip dari laman Palembang.go.id., Bandara tersebut terletak di Kecamatan Sukarame, Kelurahan Sukajaya, Palembang, Sumatera Selatan. Bandara tersebut menjadi transportasi udara internasional yang melayani hingga 24 jam.
Profilnya Diabadikan dalam Uang Rp 10.000
Mengutip laman resmi Bank Indonesia, Sultan Mahmud Badaruddin II dijadikan sebagai gambar tampak depan pada uang nominal Rp 10.000 keluaran tahun 2005 dengan warna ungu dan ukuran 145 x 130 mm.
Uang tersebut berbentuk 2 bilyet dengan tampak depan adalah gambar Sultan Mahmud Badaruddin II dan tampak belakang merupakan Rumah Limas, rumah adat Palembang. Nominal uang Rp 10.000 bergambar Sultan Mahmud Badaruddin II itu merupakan uang kertas yang beredar sebelum edisi keluaran 2022 dengan tampak depan tokoh pahlawan Frans Kaisiepo. Nah, demikian penjelasan mengenai sejarah Sultan Mahmud Badaruddin II, pahlawan nasional dari Palembang yang namanya diabadikan jadi Bandara. Semoga bermanfaat